Implementasi Pendidikan Multikultural Pada Materi Sejarah Lokal Dalam Pembentukan Karakter Bangsa
A. Pendahuluan
Oleh sebab itu perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata “uh. huh”. Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya, individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang statusnya rendah hanya menerima saja sementra dalam budaya lain justru sebalikny
Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain
sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai
masyarakat “multikultural”.
Tetapi pada pihak lain, realitas
“multikultural” tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk
merekonstruksi kembali “kebudayaan nasional Indonesia” yang dapat
menjadi “integrating force” yang mengikat seluruh keragaman etnis dan
budaya tersebut.Oleh sebab itu perbedaan budaya merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal. Sebagai contoh ada yang orang yang bila diajak bicara (pendengar) dalam mengungkapkan perhatiannya cukup dengan mengangguk-anggukan kepala sambil berkata “uh. huh”. Namun dalam kelompok lain untuk menyatakan persetujuan cukup dengan mengedipkan kedua matanya. Dalam beberapa budaya, individu-individu yang berstatus tinggi biasanya yang memprakarsai, sementara individu yang statusnya rendah hanya menerima saja sementra dalam budaya lain justru sebalikny
Pendidikan multikultural bangsa tampaknya memang sangat penting dibangun
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di negeri ini.
Masalah karakter selama ini cenderung diabaikan atau tidak menjadi
perhatian kita. Padahal berbagai masalah yang kita hadapi selama ini,
terutama menyangkut berbagai prilaku masyarakat dan pemimpinnya.
Ketika terjadi keributan permalsahan konflik baik dalam masyarakat maupun di kalangan elit, maka terlihat lemahnya karakter yang dimiliki. Mengapa korupsi merajalela tidak melihat suku bangsa maupun ras? Jawabnya, sudah jelas lemahnya karakter. Demikian pula, berbagai prilaku aksi-aksi demo yang anarkis, tidak mengindahkan nilai-nilai budaya, ketika kita banyak terkalahkan dalam persaingan dengan pihak asing, dan dunia olahraga, seperti sepakbola yang terus kalah tak pernah juara. Artinya, masalah karakter bangsa memang perlu kita bangun dengan serius.
Ketika terjadi keributan permalsahan konflik baik dalam masyarakat maupun di kalangan elit, maka terlihat lemahnya karakter yang dimiliki. Mengapa korupsi merajalela tidak melihat suku bangsa maupun ras? Jawabnya, sudah jelas lemahnya karakter. Demikian pula, berbagai prilaku aksi-aksi demo yang anarkis, tidak mengindahkan nilai-nilai budaya, ketika kita banyak terkalahkan dalam persaingan dengan pihak asing, dan dunia olahraga, seperti sepakbola yang terus kalah tak pernah juara. Artinya, masalah karakter bangsa memang perlu kita bangun dengan serius.
Karakter bangsa yang berbasis pada multikultural harus menjadi pondasi
dalam pembangunan masa depan bangsa dan negara. Apabila diperhatikan
dari negara-negara yang sudah maju, maka yang menonjol adalah kuatnya
karakter yang mereka miliki. Contohnya Bangsa Jepang, Korea dan China,
ketiganya telah mampu mengalami kemajuan sekarang ini, tidak lepas dari
karakter masyarakatnya, seperti semangat kerja keras, disiplin, dan
konsisten dalam bersikap. Begitu pula dengan Amerika Serikat, budaya
politik dan lainnya terlihat dilandaskan pada trust (percaya), salah
satu karakter yang patut di negeri
Dalam dunia pendidikan saat ini memiliki anggaran cukup besar, telah
serius dalam mengembangkannya kurikulum. Implementasi pendidikan
multikultural dalam KTSP dapat didekati dari dua pendekatan, pertama,
pendekatan instruksional atau formal, yaitu dengan mengintegrasikan
subjek-subjek, seperti tema-tema menyangkut keanekaragaman sosial-
budaya, toleransi ke dalam materi, pemilihan contoh-contoh, studi kasus,
dan bahasa. kedua, pendekatan informal, yaitu melalui sikap dan
perilaku warga sekolah, harus dijauhkan sikap dan perilaku guru, kepala
sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya yang hanya menonjolkan kelompok
tertentu dan mengabaikan kelompok lainnya.http://re-searchengines.com/frederik0608.html
Indikator keberhasilan membangun karakter bangsa harus dapat terlihat
nyata dan dimulai dari generasi muda. Pendidikan multicultural, apabila
mengalami kegagalan dalam mengedepankan pengembangan karakter
bangsa, maka kita jangan berharap banyak akan mencapai keberhasilan
masa depan Indonesia yang sejahtera adil dan makmurhttp://www.tnial.mil.id/Majalah/Cakrawala/ArtikelCakrawala/tabid/125/articleType/ArticleView/articleId/200/Default.aspx
B. Pengertian Pendidikan Multikultural, Sejarah Lokal dan Pembentukan Karakter
Menurut Musa Asy’arie, bahwa pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Di
sini jelas terlihat bahwasanya pendidikan multikultural menitikberatkan
pada sikap hidup yang menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Tidak ada kemudian semacam tekanan, dominasi, diskriminasi,
saling mencemooh, dan lain-lain, yang ada kemudian adalah hidup
berdampingan secara harmonis, saling toleransi, menghormati, pengertian,
dan sebagainya
Sejarah lokal adalah studi tentang
kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu lingkungan
sekitar (neighborhood) tertentu dalam dinamika perkembangan dalam
berbagai aspek kehidupan http://lieta.pbworks.com/Sejarah-Lokal
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut
ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan
yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan
mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui
pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi
tertentu. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran
karena pikiran, yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk
dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini
kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola
berpikirnya yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang
tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal,
maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku
tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html
C. Implementasi Pedidikan Multikultural Pada Materi Sejarah Lokal dalam Pembentukan Karakter Bangsa
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma
pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun
kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras,
agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi
dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau
menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya,
agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan
yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima
dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai
kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di
sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi
generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan
kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai.
Demikian juga implementasi pendidikan multikultural pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, dapat dilakukan secara komprehensif
melalui pendidikan kewargaan dan melalui Pendidikan Agama, dapat
dilakukan melalui pemberdayaan slot-slot kurikulum atau penambahan atau
perluasan kompetensi hasil belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia,
memiliki intensitas untuk membina dan mengembangkan kerukunan hidup
antar umat beragama, dengan memberi penekanan pada berbagai kompetensi
dasar sebagaimana telah terpapar di atas. Kemudian, juga harus dilakukan
dalam pendekatan deduktif dengan kajian yang relevan, kemudian
dikembangkan menjadi norma-norma keagamaan, norma hukum, etik, maupun
norma sosial kemasyarakatanhttp://aldorian0507.files.wordpress.com/2010/03/pendidikan-multikultural-artiklel.pdf
Dalam pelajaran sejarah implikasi dari pendekatan multikultural adalah
lahirnya sejarah lokal, yang harus mengembangkan materi yang berbasis
pada kedaerahan. Materi sejarah lokal dapat bersumber dari
peristiwa-peristiwa lokal yang terjadi di suatu daerah. Eksplorasi
materi sejarah lokal dapat bersumber dari peninggalan-peninggalan
sejarah yang ada di daerah tersebut, penulisannya berdasarkan tema-tema
tertentu. Selain itu, materi sejarah lokal yang ditampilkan dapat
dilihat dari dinamika lokal yang terjadi dalam konteks sejarah nasional
dan dunia atau dinamika sejarah nasional dan dunia yang berdampak pada
sejarah lokal http://www.psb-psma.org/content/blog/sejarah-lokal-dan-ketahanan-daerah
Pembelajaran sejarah lokal di daerah pada gilirannya akan mampu
mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada
daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah
kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk
menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa
yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam
secara bijaksana.
Pada saat ini, semangat yang terkandung dalam diberlakukannya Otonomi
Daerah sudah semestinya mengacu kepada kemandirian di mana masyarakatnya
secara sadar membangun dirinya menjadi manusia yang amanah dan mampu
memanfaatkan sumber daya baik manusia dan alam untuk kemaslahatan
masyarakat. Dalam konteks tersebut di atas, pembelajaran sejarah
khususnya sejarah lokal menjadi relevan. Anak bangsa di negeri ini sudah
sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang paling dekat di
desanya, kecamatan, dan kabupaten, setelah tingkat nasional dan
internasional. Melalui pengenalan lingkungan yang paling kecil, maka
anak-anak kita bisa mencintai desanya. Apabila mereka mencintai desanya
mereka baru mau bekerja di desa dan untuk desanya. Sejarah lokal
mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari
sejarah lokal anak didik kita akan memahami perjuangan nenek moyangnya
dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. http://koleksi-skripsi.blogspot.com/2008/07/teori-pembentukan-karakter.html.
Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur, dan tidak kenal menyerah perlu
diajarkan pada anak-anak kita. Menurut Susanto, tiga nilai esensial dari
sejarah bangsa yang relevan untuk ditumbuhkembangkan di atas dalam
pelajaran sejarah tidaklah sebatas pengetahuan kognitif, melainkan
juga berguna bagi pembentukan karakter bangsa. http://nasional.infogue.com/lawatan_sejarah_merekat_rasa_kebangsaan
Pembentukan karakter juga dapat melalui lawatan sejarah tingkat regional
yang dilaksanakan pada tanggal 19 sampai dengan 22 April 2010. Menurut
Cahyo Budi Utomo, Lawatan Sejarah adalah suatu kegiatan perjalanan
mengunjungi situs bersejarah (a trip to historical sites).
Lawatan Sejarah dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran sejarah
baik dengan basis teori behavioristik, kognitif, maupun
konstruktivistik. Tinggal bagaimana guru dan siswa mengemasnya.
Paradigma baru yang dijadikan rujukan yang mendasari penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia, yang dituangkan baik pada UU tentang Sisdiknas
maupun Peraturan Menteri tentang Standar Kompetensi dan Implementasinya,
maka sangat jelaslah bahwa paradigma pembelajaran kontruktivisme
menjadi pilihan utama karena dapat membentuk siswa menjadi generasi yang
berkarakter terhadap bangsanya.
Dengan demikian, pendidikan multikultural pada meteri sejarah lokal
mulai diperkenalkan oleh guru sejarah kepada para siswanya. Semua satuan
pendidikan siswanya memiliki keberagaman ras maupun agama, dapat
menjadi laboratorium masyarakat untuk penerapan pendidikan
multikultural. Proses interaksi yang melibatkan semua pihak dalam
mempelajari sejarah lokal sama saja mempelajari karakteristik dari
materi yang dikaji sehingga siswa secara langsung dapat menggali
karakter sendiri peristiwa kelokalan itu.
D. Penutup
1. Implementasi pendidikan multikultural pada materi sejarah lokal dalam
pembentukan karakter bangsa adalah penerapan suasana tempat
pembelajaran yang toleran terhadap peristiwa komunitas kelokalan dalam
pembentukan karakter bangsa berisi nilai-nilai yang menyebabkan utuh dan
bersatunya bangsa tersebut.
2. Implementasi pendidikan multicultural dapat dimasukan pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dari SD sampai dengan SMA karena setiap satuan
pendidikan diberikan otonomi untuk mengembangkan potensi sekolah
sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa
3. Pembentukan karakter sangat relevan melalui materi sejarah lokal,
karena materi sejarah lokal mempelajari dinamika masyarakat kelokalan
atau kedaerahan, yang masyarakatnya sudah multikultural dan toleran
terhadap perbadaan.
4. Pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan melalui lawatan sejarah.
Lawatan sejarah merupakan perpaduan antara hiburan dan pendidikan
sehingga peserta didik dapat menemukan karakter sejarah bangsa masa
lalunya untuk menjadi bahan renungan cita-cita masa depan.
(Pemilik Blog ini adalah teman baik Sdr. Prija Dji semasa kuliah di IKIP Angkatan 1992: Aku bangga padamu TEMAN)
(Pemilik Blog ini adalah teman baik Sdr. Prija Dji semasa kuliah di IKIP Angkatan 1992: Aku bangga padamu TEMAN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar